Diwilayah Benua Adat Mangku Kamit Desa Meliau Hilir Kecamatan Tayan Hilir Kabupaten Sanggau, dilaksanakan kegiatan tahunan Ritual adat Munjong Kampong Temurak, pada tanggal 25 Mei 2025. Ritual adat dipimpin Puawang Pedagi @ bapak Salimin, didampingi bapak Asem dan Puawang Benua Adat @ bapak Agus Maisuba. Menurut Petronius ang menyampaikan berita ini, Ritual adat Munjong Kampong Temurak dihadiri bapak Tumenggung Adat Meliau Hilir @ bapak MIDIN, Rangga Jati (Ketua Pemuda) Benua Adat @ Petronius, Hulujurong (Bendahara) Benua Adat @ bapak Besam, Hulubini (Ketua Wanita adat) Benua Adat @ ibu Alle, Biang Dara (Ketua wanita adat desa), Para Pejajang (Pelayan adat), dan jajaran pengurus dusun Temurak. Masyarakat adat Dusun Temurak sangat antusias menghadiri ritual adat Munjong Kampong. Lokasi Pedagi (tempat ritual keramat) adakah di kepala pulau belumba. Maka Pedagi tersebut sering disebut Tempat Keramat Pulau belumba penjaga hulu tanah Tobag. Kegiatan ini dilakukan sebagai ungkapan syukur ke Jebata (Tuhan) dan ungkapan terima kasih kepada Leluhur melalui Roh Keramat Kek Mangku Kamit, dan Alam. Dayak pada umumnya tidak bisa terpisah dari leluhur dan alamnya. Dengan melaksanakan ritual ini memperlihatkan hubungan dan kedekatan manusia Dayak dengan Tuhan-nya, dengan Leluhurnya, dengan alamnya, dan dengan sesama manusia.
Ritual Munjong Kampong Kelapuk Desa Kampung Baru – Toba Teraju
Diwilayah Benua Adat Kapuas Jaya Ketumenggungan Kampung Baru Kecamatan Toba Kabupaten Sanggau, pada tanggal 19 Mei 2025 diadakan Ritual Munjong Kampong Kelapuk. Ritual diadakan setiap tahunnya pada bulan mei. Menurut Arik Kadas yang menyampaikan berita ini, masyarakat adat sangat antusias menghadiri ritual ini. Meskipun perjalanan menuju lokasi Pedagi (tempat keramat untuk pelaksanaan ritual) hanya bisa ditempuh melalui sungai. Puawang Pedagi (imam ritual), para pengurus, panitia dan masyarakat adat menggunakan kendaraan air berupa speed, perahu kato, dan perahu kelotok atau ketek-ketek. Munjong kampung adalah ungkapan rasa syukur dan terima kasih atas anugrah dan berkat Tuhan Jebata Pejaji Penompa’ selama setahun bagi masyarakat adat. Oleh itu masyarakat wajib mengucapkan syukur dan terima kasihnya secara adat melalui perantaraan Leluhur di pedagi (tempat keramat). Inilah cermin masyarakat adat yang beradat dan berbudaya.
ANCAK DALAM KEBUDAYAAN DAYAK TOBAG
ASAL USUL Konon menurut mitos dan legendanya ancak sajen berasal dari kebudayaan Hindu atau dari tanah India. Ancak sajen erat kaitannya dengan ritual persembahan kepada dewa-dewa dalam kepercayaan hindu dan atau ditujukan leluhur atau sesuatu yang dikeramatkan pada penganut kepercayaan kuno suku bangsa di Nusantara. Hal ini diperkuat karena banyak literatur yang menyatakan itu. Dalam mitologi Dayak Tobag, ancak sajen diperkenalkan dalam legenda asal usul tolak bala. Dimana dikisahkan seorang kakek yang berjuang melindungi seorang cucu semata wayangnya dari serangan iblis penyakit melalui nyamuk-nyamuk nganas yang konon katanya sebesar ayam jago, nyamuk itu membawa wabah penyakit dan kematian. Akibat serangan nyamuk itu, cucu si kakek menjadi sekarat. Dalam usahanya yang hampir putus asa menyembuhkan sang cucu, kemudian sang kakek ditolong Sengiang Penyembuh. Sengiang itu disebut Pe’ Kolang. Sengiang pun memberikan ramuan dan menyembuhkan cucunya. Dan memberi cara mengusir dan bahkan membunuh nyamuk-nyamuk ganas. Setelah itu kemudian Sengiang Penyembuh bersepakat dengan iblis penyakit. Sang iblis setuju dengan syarat ritual lengkap sesajen saat itu untuk mendamaikan. Dan setelah itu pihak iblis tidak mengganggu lagi.Merunut ringkasan kisah dari legenda tersebut, ada etika yang harus dijaga dan itu lah yang menjadi kunci. Ritual merupakan bagian perjanjian. Tentunya tidak boleh diabaikan begitu saja. Kasus yang dialami sang kakek tentu akibat dari kesalahan para manusia saat itu yang tidak beretika. Dimana pada masa itu yang kuatlah yang berkuasa dan mengatur segalanya (hukum rimba). PENGERTIAN DAN MAKNA Pengertian Ancak dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah talam atau wadah yang dibuat dari anyaman (bambu, daun, atau lidi nyiur), Para-para. Fungsi ancak kebutuhan pengunaannya. Misal: Ancak tahu untuk wadah tahu, ancak ayam merupakan bagian bawah kurungan ayam, ancak panen memiliki pengertian yang berbeda.Jadi Ancak sajen pengertiannya adalah wadah atau sarana atau tempat menyimpan sesajen atau sesaji untuk ritual. Ritual yang memakai ancak tentu sesuai jenis ritual yang dilakukan seperti ritual kampung, ritual pesta, ritual pengobatan dan lain-lain. FILOSOPI Adanya ancak sajen dalam kebudayaan Dayak Tobag, mengisyaratkan harus ada keselarasan dan keseimbangan dalam alam semesta ini. Dan semakin menjelaskan bahwa yang hidup dibumi ini bukan hanya manusia, tetapi ada makhluk yang kasat mata dan yang tak kasat mata. Dalam kepercayaan Dayak Tobag, semua yang diciptakan Tuhan itu memiliki nyawa; Selain Makhluk hidup dan tumbuhan yaitu seperti tanah, batu, api, air dan angin atau udara.ISIAN ANCAK SAJENAdapun isian ancak, disesuaikan menurut kebutuhan ritual adat yang dimaksud. Secara umum, isian ancak terdiri dari: JENIS RITUAL MEMAKAI ANCAK Ancak Sajen dalam tiap budaya suku bangsa berbagai macam jenis dan bentuknya. Tentu menyesuaikan kebiasaan, tradisi dan kearifan lokal setempat. Jadi sifatnya tidak kaku. Ada beberapa ritual yang menggunakan ancak, diantaranya seperti sebagai berikut: SALINAN DARI CATATAN: D. DULANANG YONES DAN ARIANTO BEGINJAN, 02 JANUARI 2011
TOPOK DALAM KEBUDAYAAN DAYAK TOBAG
ASAL USUL TOPOK MITOLOGI DAYAK TOBAG Menurut mitos Dayak Tobag, topok mulai diperkenalkan oleh Sengiang Pengantara atau dikenal Pe’ Antara. Pe’ Antara merupakan tokoh mitologi Dayak Tobag yang adalah Sengiang Jebata yang bertugas menjadi perantara Tuhan bagi makluk hidup dibumi termasuk manusia. Menurut legenda asal mula adat Pati nyawa, Pe’ Antara yang ditugaskan Jebata untuk menagih adat dengan membawa dan menyuguhkan topok kehadapan Raja Komang. Meski menghadapi perlakuan kurang baik dari sang Raja, Pe’ Antar sangat tenang dan sabar. Topok didalam legenda ini digunakan sebagai media komunikasi. .Menurut legenda Topok Tepa’ Penyaro’k dalam Dayak Tobag. Legenda ini juga dikenal Legenda Bujang Take. Konon ribuan tahun lalu pada masa suku bangsa manusia masih bisa bersosialisasi dengan suku bangsa Komang atau Kamang (jaman purba). Topok yang dikenal pada masa itu adalah topok tepa’ dan itu sudah menjadi bagian dari tradisi. Dalam legenda tersebut, topok menjadi media pendamai antara Manusia dengan Kamang. Pada masa ini konon dikisahkan awal pembatasan ruang dan komunikasi antar alam manusia dan Kamang. Masih ada beberapa legenda berkaitan dengan topok yang tidak diceritakan dan dicatat disini. MITOLOGI VIETNAM Mengutip dari legenda asal usul pinang sirih dan kapur dari Vietnam. Ringkas cerita konon ribuan tahun lampau hidup keluarga kecil yang memiliki anak kembar laki-laki. Sang ayah kemudian sakit dan meninggal. Sang ibu dilanda kesedihan mendalam kemudian sakit dan meninggal. Kemudian sikembar pergi ke tempat sahabat ayahnya dan diterima dengan baik. Sikembar tinggal bersama keluarga sahabat ayahnya itu sampai dewasa. Setelah dewasa kemudian saudara kembar yang tua dijodohkan dengan anak gadis sahabat ayahnya itu. Siadik kembar juga menyukai sigadis memilih mengembara setelah kakak kembarnya menikah. Adik kembar dalam pengembaraan menemui rintangan dan suatu hari dipantai ia kelaparan sakit dan meninggal, tubuhnya berubah menjadi batu kapur. Sang kakak kembar mencari adiknya terus, tiba dibatu kapur itu, ia meratap dan tidak makan kemudian mati lemas samping batu itu dan menjadi pohon pinang. Sang istripun menyusul suaminya yang tak kembali dan akhirnya tiba dibatu kapur itu, memeluk pinang sambil memandang laut meratap suaminya yang belum ditemukan. Sang istri itu juga tak mau makan minum kemudian lemas dan meninggal, jasatnya menjadi sirih melilit batang pinang. Demikian legendanya. Mitos dan legenda adalah tradisi lisan yang dimiliki hampir semua suku bangsa yang ada didunia ini. Tradisi lisan ini menjadi tambahan informasi bagi para budayawan. BENTUK DAN ISI TOPOK Bentuk topok ada berbagai macam sesuai dengan kultur budaya setempat. Diawal peradaban sebelum jaman besi dan perunggu. Bentuk topok terbuat dari anyaman yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Contohnya seperti gambar diatas, ciri khas Topok orang Dayak.Pada jaman besi dan perunggu, bentuk topok berbagai macam sesuai kreasi dan bentukan dari tukang ukir pada jaman itu. Topok dari India. Topok dari Thailand dan Vietnam. Topok dari tanah Melayu. Dan topok dari Jawa seperti seperti gambar awal diatas. Pada jaman ini juga mulai dilengkapi tambahan alat dalam topok seperti kacup (alat pengupas dan pembelah pinang) dan penotok ( alat penumbuh dan penghalus pinang).Isi topok biasanya terdiri dari: MAKNA TOPOK Dalam kebudayaan Dayak Tobag, topok memiliki makna yang mendalam. Disamping fungsinya sebagai media, tentu syarat akan makna dalam simbol budaya Dayak Tobag.Topok adalah simbol kasih dan persahabatan. Tempo dulu dalam kesehariannya orang Dayak khususnya Dayak Tobag tidak mengenal ungkapan dengan ucapan atau ujaran terima kasih, akan tetapi ungkapan berupa simbol-simbol yang tentunya sangat dimengerti masyarakat adat. Topok dalam adat Dayak Tobag juga berarti salam dan penerimaan.Topok seperti penjelasan diatas berfungsi sebagai media untuk bersosialisasi dan tujuan bisa untuk sarana komunikasi, sarana pemersatu, dan sarana perdamaian.Berikut makna isi topok: Makna dalam simbol-simbol Topok tersebut memperkaya khasanah budaya Dayak umumnya. Leluhur Dayak pada jaman dulu sungguh hebat dan luar biasa. Mereka mampu mewujudkan salah satu identitas yang diwarisi kepada kita keturunannya. Demikianlah artikel singkat mengenai topok dalam kebudayaan Dayak Tobag. ARIANTO; KERAMAS, 02 MARET 2011
Kenangan saat kehadiran Raja Hulu Aik 50 di Ritual Meruba Beginjan Tahun 1989 – Tayan Hilir
Raja Hulu Aik ke 50 @ Raja Poncin melaksanakan Ritual Meruba di Tiang Bendera Keramat Raja Tungkat Rayat, pada tanggal 25 Mei 1989 di Benua Damang Ria Desa Beginjan Kecamatan Tayan Hilir Kabupaten Sanggau. Raja Hulu Aik didampingi Pengawal Raja @ Panglima Ukan, Panglima Kuning (Dayak Kriyau) dari Laman Sengkuang Kecamatan Hulu Sungai Kabupaten Ketapang. Dalam ritual tersebut hadir juga Panglima Langgan dari komunitas Dayak Desa. Saat itu belum terbentuk LMA Dayak Tobag, sehingga semua kegiatan adat dan budaya masih dalam koordinasi masing-masing Ketumenggungan. Tumenggung Adat Desa Beginjan saat itu adalah bapak DF. Dani yang merupakan keponakan dan pengganti Mangku Tapot (Ketua Tumenggung Adat dijaman Kerajaan Tayan) yang memiliki kuasa wilayah khusus Beginjan dan sekitarnya, sedangkan didesa lain dikuasakan kepada Tumenggung masing-masing. Ritual Adat tersebut juga dihadiri beberapa tokoh adat Dayak Tobag, diantaranya seperti: AFH.Salim (Beginjan), Derol (Segelam), F.Adi (Sebemban), Derani (Beginjan), Lolon (Beginjan), Naher (Beginjan), Syahminan (Makuk), dan Nubi (Katok).
TERBENTUKNYA LMA DAYAK TOBAG
Setelah Kerajaan bergabung dalam sistem pemerintahan pusat Republik Indonesia. Masyarakat adat Dayak umumnya menyesuaikan dengan sistem demokrasi yang ada. Jadi Masyarakat Adat Dayak kalimantan Barat khususnya membentuk organisai awal Dayak bernama Dayak In Action (DIA) berdiri tgl 3 November 1945 di Putussibau. Tgl 1 Oktober 1946 berganti nama jadi Partai Persatuan Dayak (PPD), dan terbentuk pengurus dibeberapa wilayah termasuk di Tayan. Sebelum pemilu 2 Mei 1977 PPD melebur bersama partai lain menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI), Kepengurusan dan aset diserah kepada Pemangku Adat dan Tokoh Adat mayoritas di wilayah tersebut. Di Tayan diserahkan kepada Bapak Kintoi, Salim, Langit, Dani, Nubi dan Cembang sebagai perwakilan. Antara tahun 1980-1990 kekosongan organisasi. Tokoh adat berpengaruh: Ikku dan Suato (Tebang), Jais (Ntangis), Sani, Ani, Latep (Labai lawai). Noh dan Dani (Beginjan), Adi, Derol dan Nubi (Segelam) Baden dan Culin (Meliau) Kintoi dan Ahin (Sepode’). Atas prakarsa bapak Amen Arianto, SH, Tgl 6 Juni 1993 para tokoh adat Dayak Tobag tersebut rapat di kediaman Salim, disepakati didirikanya Organisasi “LMA Dayak Tobag” sebagai pengganti PPD dan menyatukan Adat dan budaya. Mengingat pada waktu ini Dayak Tobag dikenal Dayak Tebang dan Dayak Cempedek. Dan sesuai dengan musdat nama Dayak Tobag menjadi satu nama dan penyebutannya serta penulisannya baik kalangan intern dan umum. Dalam pertemuan tersebut terpilihlah Pengurus Inti LMA Dayak Tobag sebagai berikut:
DAYAK TOBAG DIMASA PEMERINTAHAN RAJA TAYAN
Setelah Kabupaten Tayan memproklamirkan diri menjadi kerajaan, maka statusnya tidak lagi menjadi bawahan Kerajaan Tanjungpura, tetapi sudah berdiri sendiri. Meskipun didaerah lain atau dalam sistem kerajaan ada nama penyebutan tersendiri seperti Panembahan atau Sultan, Masyarakat Adat Dayak Tobag cendrung dengan menggunakan julukan atau gelar yang dipakai pada masa lampau. Berikut Raja-raja Tayan yang kami rangkum: RAJA LIKAR ; Pada Tahun 1683 Raden Likar mengganti status kepemimpinannya. Setelah beberapa tahun menjadi Adipati, Patih Likar dikukuhkan menjadi Raja Tayan dengan disaksikan kembali oleh Raja Sintang. Tumenggung Junggah bergabung dengan Kerajaan Tayan dan Senopati Urang dari Labai diangkat menjadi Panglima kerajaan Tayan menggantikan Layang Ompok. Raja Likar dengan Ratu Periyok memiliki empat orang anak, yaitu: Raden Gagok, Raden Manggar, Raden Togok, dan Dayang Perua. Pada tahun berikutnya Tumenggung Ambun Jati menjadi Rakrian Mantri Raja Dalam urusan Adat. RAJA GAGOK ; Pada tahun 1718 Raja Likar sudah berusia tua dan tidak mampu lagi melaksanakan tugas-tugasnya, kemudian ia melantik Putra mahkota Kerajaan Tayan bernama Gagok. Raden Likar meninggal dan dimakamkan di bukit Abu Angat sungai meliau. Sementara Raden Manggar berkuasa menjadi Adipati di Kadipaten Meliau. Raja Gagok menikah dengan putri Raja Melayu bernama Halijah. GUSTI RAMAL ; Tahun 1751 Raden Martajaya menjadi Raja Tayan mengganti ayahnya Raden Gagok yang meninggal. Kebudayaan islam semakin kuat memasuki istana. Raja Tayan memeluk agama Islam dengan nama Gusti Ramal. Istrinya Ratu Indut dari Benua Raya juga beragama islam. Pada masa ini Raja Tayan pun membuat amar keputusannya yang berisi: dalam adat Dayak Tobag, nilai Omas atau amas diganti dengan Real, dan Adat Pasong Bubu diganti dengan Adat Pantak Batang. Gusti Ramal mempunyai beberapa orang anak, yaitu: Raden Sumayuda, Utin Belondo, Raden Mangku,dan Raden Tanjung. Setelah Tumenggung Ambun Jati meninggal, beliau diganti Tumenggung Mangko. GUSTI KAMARUDDIN ; Sekitar tahun 1780 Pangeran Sumayuda menggantikan ayahnya menjadi Raja Tayan. Pangeran Sumayuda sudah memeluk agama islam, setelah dinobatkan menjadi Raja Tayan ia dikenal dengan nama Gusti Kamaruddin dengan gelar Panembahan.Pada masa ini pengarus Islam mulai kuat di Kerajaan Tayan. Tumenggung Mangko diangkat menjadi Mangku Setya Raja. masa ini sekelompok persekutuan dagang (Kongsi) China ingin menguasai perdagangan diwilayah Kerajaan Tayan dan berambisi menguasai keraton Tayan. Istana Tayan diserang orang Cina Bejambol (Cina Sentiam) yang membuat terowongan di bukit Jan Mas. Penguasa Kerajaan Tayan waktu itu sempat pindah Ke Empetai dan Entangis, dan sebagian ke pulau pode’, maku’, dan Tebang Benua. Setelah orang cina bejambol dikalahkan, mereka yang mengungsi kembali lagi. Pada masa ini lah karet diperkenalkan VOC Hundia Belanda. Gusti Kamaruddin mempunyai istri bernama Utin Inting, dan mempunyai beberapa orang anak, yaitu: Gusti Mekah, Gusti Repa, dan Putri Syurifa. Pada masa ini terjadi wabah penyakit kulit dan Raja juga terjangkit. Dan disembuhkan melalui alamat mimpi nenek Labai. Setelah terjadi perperangan antara Kerajaan Pontianak dan Kerajaan Sanggau. Orang Sentiam (Orang Cina) Menterado dan daerah Bengkayang membuat terowongan di balik bukit Janmas (hujan Emas) menuju kearah istana Kerajaan Tayan, bermaksud menyerang dari dalam dan langsung melumpuhkan istana sebagai pusat pemeritahan kerajaan Tayan. Tapi berhasil dilumpukan istana, dan tewas lah seluruh orang sentiam cina bejambol. Tempat terjadi pembunuhan orang-orang sentiam tersebut dinamakan Sebuntu. Dalam kejadian tersebut tewaslah Hulu Balang bernama Syarif Hamzah suami Utin Syurifa. GUSTI MEKAH ; Meninggalnya Gusti Kamaruddin pada tahun 1812 dan naiklah putranya Gusti Mekah yang kemudian bergelar Panembahan Nata Kusuma. Masa ini Temunggong Sembok (Keturunan Bilang Putra Macan Tikas) diangkat menggantikan Mangku Mangko yang meninggal. Sekitar tahun 1820 Bago’di Segelam Danau menghalangi rencana VOC menanam karet, Istana Tayan marah. Bago’ yang digelar Panglima Kayu Mirah diburu serdadu VOC dan pihak istana. Keluarga Bago’ ditawan dan Bago’ pun menyerah. Pada tanggal 12 November 1822 Gusti Mekah mengikat perjanjian dengan VOC untuk alih kendali atas perekonomian Kerajaan. VOC pun mencampuri kebijakan Istana Kerajaan Tayan. Gusti Mekah sangat menyesali atas tindakannya itu dan mengalami sakit. Setelah setahun sakit, ia wafat. GUSTI REPA ; Karena Gusti Mekah tidak mempunyai keturunan, maka pada tahun 1825 adiknya Gusti Repa naik tahta, bergelar Panembahan Kusuma. Gusti Repa selama memerintah menderita sakit. Konon sakit karena diracun. Gusti Repa kurang disenangi diantara kerabat keraton. Selama pemerintahannya Gusti Repa tidak banyak berbuat apa-apa. Beliau wafat pada tahun 1828 dan beliau tidak mempunyai keturunan. RATU UTIN BLONDO ; Pada tahun 1828 yaitu nenek raja sebelumnya Utin Blondo naik tahta bergelar Ratu Kesuma Negara. Utin Blondo tidak mau kompromi dengan VOC dan memutuskan kerjasama. Ratu utin Blondo mengadakan sayembara memilih pengawal utamanya. Dan terpilihlah Kujek, Kital dan Ngkinang. Suatu hari Ratu mengundang Kerajaan Minang yang sangat terkenal aksi pencak silatnya untuk melakukan pertandingan persahabatan. Para pengawal utama sang Ratu tidak tingal diam dan turut serta melakukan persiapan itu. Aksi-aksi mereka rupanya dilihat para tamu turut serta dalam pertandingan. Pangeran Minang itu mengerti dan setuju usulan perwakilannya dalam adu jago dan menyampaikan kehendaknya pada Ratu Tayan. Sang Ratu tersenyum dan mengerti. Maka pertandingan itu pun dibatalkan dan diganti pertunjukan pergelaran seni pencak silat saja. Dimasa itu juga pihak VOC kekuatan armadanya bermaksud menggertak dan hendak memaksa melanjutkan kontrak. Perubahan yang diajukan pihak VOC Hindia Belanda sangat memberatkan beban rakyat, maka kontrak tersebut ditolak oleh Utin Blondo. Pihak VOC tidak terima dan berisyarat melawan kekuatan sang Ratu. Ratu Utin Blondo ditemani ketiga pengawal dan beberapa prajurit tangguhnya langsung pergi menuju dimana kapal VOC berlabuh dan sang Ratu yang emosi langsung menginjak tepi kapal VOC Hindia Belanda tersebut hingga hampir tengelam. Keadaan ini membuat pihak VOC membatalkan maksudnya dan segera meninggalkan Istana menuju ke Pontianak. Pada saat mesin kapal sudah dihidupkan untuk pulang ternyata kapal tersebut tidak bergeser dari tempat semula, walaupun air sungai yang terkena baling-baling / kipas kapal tersebut sampai keruh. Keadaan ini membuat pihakVOC semakin panik, dan pemimpin VOC akhirya minta maaf dan mohon izin ke Ratu Tayan untuk meniggalkan Istana. Setelah itu barulah kapal mereka bisa bergerak meninggalkan Tayan. GUSTI HASAN ; Pada Tahun 1833 Utin Blondo merasa sudah tua, dan diganti suaminya Gusti Hasan bergelar Panembahan Mangku Kusuma Negara. Pernikahannya dengan Utin Blondo dikaruniai 2 (dua) orang anak yaitu: Gusti Inding, dan Gusti Karma. Pada masa ini istilah Orang Darat (Penduduk yang masih menganut paham leluhur) dan Orang Laut (Penduduk yang menganut islam) mulai diperkenalkan
DAYAK TOBAG DIMASA PEMERINTAHAN ADIPATI
Setelah dipimpin Macan-Macan, kemudian Dayak Tobag dipimpin para Adipati, seperti sebagai berikut:
DAYAK TOBAG DIMASA PIMPINAN SEBELUM ADIPATI
Menurut sumber dari cerita lisan para tokoh adat dahulu, hanya beberapa tokoh Pemimpin Dayak Tobag pada Jaman Macan. Diantaranya yang dapat diketahui adalah: Ma’ Langat, Macan Poco’k, Macan Kuncit, Macan Boloh Layu’, dan Macan Tikas. Selanjutnya akan kami kupas sedikit dari kisah-kisah hidup mereka selama memimpin Dayak Tobag. Macan adalah gelar bagi Sang Pemimpin dan Pelindung benua (wilayah tanah adat), seperti sebagai berikut:
HUBUNGAN KEKERABATAN DENGAN RAJA TUNGKAT RAYAT
Raja Tungkat Rayat adalah penguasa “Tanjung Nagari” (Tanjung Kuno). Pengganti Kek Gremeng adalah anaknya Raja Ukir. Setelah itu masih belum ada sumber lagi yang menceritakannya. Selanjutnya baru dapat diketahui sekitar tahun 400 masehi di tanah Kutai (Kalimantan Timur sekarang) pada masa Pateh Mpon Kundung (Kundungga) dari kerabat Tunjung Benuaq membangun kerajaan Kutai, atas nasihat Begawan dari Tanah Koling (India). Keberadaan Raja Tungkat Rayat di Tanjung Kuring (Kalimantan Tengah) tentu akan menghambat gerak Kerajaan Kutai. Apalagi konon ceritanya punggawa Raja Tungkat Rayat sangat kuat dan sakti. Sekitar Tahun 600 masehi munculnya Kerajaan Sriwijaya dengan armada maritimnya yang kuat yang juga menjadi pengaruh kuat. Berita sakitnya Raja Tungkat Rayat terdengar ke Raja Kutai yang baru. Dengan sekutunya, mereka bersiasat mengadu domba orang-orang dekat Raja Tungkat Rayat. Mangkatnya Raja Tungkat Rayat, Kerajaan Tanjung Kuno itu pun kacau. Putranya belum siap menjadi pengganti karena masih anak-anak. Para Panglima pengawal dan pelayan Raja Tungkat Rayat yang terpengaruh jadi menyeleweng dan memberontak. Perselisihan diantara pengawal dan pelayan Raja Tungkat Rayat memperebutkan Benda Keramat yang menjadi simbol Raja-pun tak terelakkan. Waktu itu Panglima Raja Tungkat Rayat yang setia bernama “Bihukng Tiung” tidak terpengaruh kondisi itu dan menyelamatkan Ketiga Benda Keramat serta putra mahkota. Hilangnya Bihukng membuat para Penggawa lainnya berpencar dan terpisah mencari sang panglima. Waktu itu diperkirakan sekitar Tahun 650, Bihukng menggantikan posisi Raja Tungkat Rayat yang berikutnya, sambil mengasuh sang pewaris syah. Sejak kuatnya pengaruh Kerajaan Sriwijaya, pengaruh hindu pun semakin kuat ditanah Dayak. Setelah pewaris syah Raja Tungkat Rayat dewasa, Bihukng menobatkan-nya sebagai Raja Tungkat Rayat dan Ia menjadi penasihat raja. Berabad-abad tidak diketahui lagi keberadaan sang Raja Dayak. Sekitar tahun 1140 kembali dapat diketahui keberadaan Raja Tungkat Rayat, yaitu Raja Sangaji Jaya. Karena kesaktiannya, para pimpinan suku kala itu takut padanya. Ketakutan itu menimbulkan dendam dan iri bagi para pengikut yang terpaksa tunduk. Raja Tungkat Rayat ini berada di Pelaman Tumbang Kuhin (Kalimantan Tengah). Sekitar tahun 1200 masehi, Raja Tungkat Rayat yang bernama Raja Jampung Putra Raja Sangaji Jaya. Jaman ini pengaruh Kebudayaan Hindu sangat kuat. Setelah berselisih dengan Macan Jangai saudara sepupunya yang ditolak Dayang Sekindang adiknya, ia pun memindahkan kerajaan ke pantai kebuai sekitar pabio tanah tarah. Didaerah itu membangun Kerajaan baru bernama Kerajaan Bakulapura. Setelah masa kuasa Raja Rasang Parumbih di Bakulapura, ia mengikat persaudaraan dengan kerabat di Benua Lancak (Tebang, Tayan) dengan menikahkan saudaranya Batu Antik dengan putri penguasa tanah tersebut. Dari Batu Antik inilah awal kekerabatan yang tak terpisah antara Keturunan Raja Tungkat Rayat dan Dayak Tobag. Sekitar tahun 1450 meninggalnya Raja Bakulapura yaitu Raja Tedong Rosi, lalu diganti anak tuanya Raja Ria Bansa sebagai penerus trah Raja Tungkat Rayat. Pengaruh Raja semakin melemah karena tidak didukung para Adipati kuasa benua termasuk Adipati Batu Antik di Benua Lancak, karena mereka menganggap Raja Tungkat Rayat tidak amanah dan mulai menggeser adat tradisi dan hukum adat yang dijaga selama ini. Kemudian Patih Amangkubumi Kerajaan Bakulapura yaitu Wijaya atau Dyah Kertawijaya (putra Damarwulan atau Dyah Kusuma Wardana) yang merupakan suami Dayang Putung (adik Raja Tungkat Rayat) memanfaatkan situasi itu. Lama-kelamaan Raja Ria Bansa pun semakin terpojok oleh politik masa itu dan tersingkir dari singgasana dan kemudian menyepi kesuatu tempat tersembunyi. Wijaya pun naik tahta pada tahun 1454 menjadi Raja Kerajaan Bakulapura, beliau lebih dikenal sebagai Prabu Jaya. Raja Bakulapura memperbaiki hubungan mulai dari Tanah jadi hulu Melawi, Mas Puntong Kuala Landak, Tanah Kapuas sampai Kuala Sentap Ketapang. Hilangnya Raja Ria Bansa, tidak diketahui lagi penerus Raja Tungkat Rayat selama berabad-abad meski saat Bakulapura menjadi Tanjungpura sampai runtuhnya pada tahun 1622, mulailah lahir Kerajaan-kerajaan Islam. Sekitar akhir tahun 1725 kemudian baru terdengar lagi adanya keturunan Raja Tungkat Rayat bernama Raja Tugang yang menjadi Raja di Kerajaan Hulu Aik. Ia diyakini adalah Raja Hulu Aik ke-43 (Pabio Tanah Tarak) keturunan Raja Ria Bansa. Hubungan kekerabatan Dayak Tobag dengan Kerajaan Hulu Aik atau keturunan Raja Tungkat Rayat semakin erat setelah Raja Hulu Aik ke-49 yaitu Raja Bibek, memasang Tiang bendera keramat Raja Tungkat Rayat di Desa Beginjan Kecamatan Tayan Hilir. Keberadaan Kerajaan Hulu Aik (Hulu Sungai Kriyo) kini meskipun Raja hanya sebagai simbol pemersatu adat Dayak, tetap eksis yaitu Raja Singa Bansa (Raja Hulu Aik Ke-51 terhitung mulai dari Raja Jampung yang pertama sejak pindah di Bakulapura). Beliau memangku sejak tahun 1997 sampai dengan sekarang.