Raja Tungkat Rayat adalah penguasa “Tanjung Nagari” (Tanjung Kuno). Pengganti Kek Gremeng adalah anaknya Raja Ukir. Setelah itu masih belum ada sumber lagi yang menceritakannya. Selanjutnya baru dapat diketahui sekitar tahun 400 masehi di tanah Kutai (Kalimantan Timur sekarang) pada masa Pateh Mpon Kundung (Kundungga) dari kerabat Tunjung Benuaq membangun kerajaan Kutai, atas nasihat Begawan dari Tanah Koling (India). Keberadaan Raja Tungkat Rayat di Tanjung Kuring (Kalimantan Tengah) tentu akan menghambat gerak Kerajaan Kutai. Apalagi konon ceritanya punggawa Raja Tungkat Rayat sangat kuat dan sakti.
Sekitar Tahun 600 masehi munculnya Kerajaan Sriwijaya dengan armada maritimnya yang kuat yang juga menjadi pengaruh kuat. Berita sakitnya Raja Tungkat Rayat terdengar ke Raja Kutai yang baru. Dengan sekutunya, mereka bersiasat mengadu domba orang-orang dekat Raja Tungkat Rayat. Mangkatnya Raja Tungkat Rayat, Kerajaan Tanjung Kuno itu pun kacau. Putranya belum siap menjadi pengganti karena masih anak-anak. Para Panglima pengawal dan pelayan Raja Tungkat Rayat yang terpengaruh jadi menyeleweng dan memberontak. Perselisihan diantara pengawal dan pelayan Raja Tungkat Rayat memperebutkan Benda Keramat yang menjadi simbol Raja-pun tak terelakkan. Waktu itu Panglima Raja Tungkat Rayat yang setia bernama “Bihukng Tiung” tidak terpengaruh kondisi itu dan menyelamatkan Ketiga Benda Keramat serta putra mahkota. Hilangnya Bihukng membuat para Penggawa lainnya berpencar dan terpisah mencari sang panglima. Waktu itu diperkirakan sekitar Tahun 650, Bihukng menggantikan posisi Raja Tungkat Rayat yang berikutnya, sambil mengasuh sang pewaris syah. Sejak kuatnya pengaruh Kerajaan Sriwijaya, pengaruh hindu pun semakin kuat ditanah Dayak. Setelah pewaris syah Raja Tungkat Rayat dewasa, Bihukng menobatkan-nya sebagai Raja Tungkat Rayat dan Ia menjadi penasihat raja. Berabad-abad tidak diketahui lagi keberadaan sang Raja Dayak. Sekitar tahun 1140 kembali dapat diketahui keberadaan Raja Tungkat Rayat, yaitu Raja Sangaji Jaya. Karena kesaktiannya, para pimpinan suku kala itu takut padanya. Ketakutan itu menimbulkan dendam dan iri bagi para pengikut yang terpaksa tunduk. Raja Tungkat Rayat ini berada di Pelaman Tumbang Kuhin (Kalimantan Tengah). Sekitar tahun 1200 masehi, Raja Tungkat Rayat yang bernama Raja Jampung Putra Raja Sangaji Jaya. Jaman ini pengaruh Kebudayaan Hindu sangat kuat. Setelah berselisih dengan Macan Jangai saudara sepupunya yang ditolak Dayang Sekindang adiknya, ia pun memindahkan kerajaan ke pantai kebuai sekitar pabio tanah tarah. Didaerah itu membangun Kerajaan baru bernama Kerajaan Bakulapura. Setelah masa kuasa Raja Rasang Parumbih di Bakulapura, ia mengikat persaudaraan dengan kerabat di Benua Lancak (Tebang, Tayan) dengan menikahkan saudaranya Batu Antik dengan putri penguasa tanah tersebut. Dari Batu Antik inilah awal kekerabatan yang tak terpisah antara Keturunan Raja Tungkat Rayat dan Dayak Tobag. Sekitar tahun 1450 meninggalnya Raja Bakulapura yaitu Raja Tedong Rosi, lalu diganti anak tuanya Raja Ria Bansa sebagai penerus trah Raja Tungkat Rayat. Pengaruh Raja semakin melemah karena tidak didukung para Adipati kuasa benua termasuk Adipati Batu Antik di Benua Lancak, karena mereka menganggap Raja Tungkat Rayat tidak amanah dan mulai menggeser adat tradisi dan hukum adat yang dijaga selama ini. Kemudian Patih Amangkubumi Kerajaan Bakulapura yaitu Wijaya atau Dyah Kertawijaya (putra Damarwulan atau Dyah Kusuma Wardana) yang merupakan suami Dayang Putung (adik Raja Tungkat Rayat) memanfaatkan situasi itu. Lama-kelamaan Raja Ria Bansa pun semakin terpojok oleh politik masa itu dan tersingkir dari singgasana dan kemudian menyepi kesuatu tempat tersembunyi. Wijaya pun naik tahta pada tahun 1454 menjadi Raja Kerajaan Bakulapura, beliau lebih dikenal sebagai Prabu Jaya. Raja Bakulapura memperbaiki hubungan mulai dari Tanah jadi hulu Melawi, Mas Puntong Kuala Landak, Tanah Kapuas sampai Kuala Sentap Ketapang. Hilangnya Raja Ria Bansa, tidak diketahui lagi penerus Raja Tungkat Rayat selama berabad-abad meski saat Bakulapura menjadi Tanjungpura sampai runtuhnya pada tahun 1622, mulailah lahir Kerajaan-kerajaan Islam. Sekitar akhir tahun 1725 kemudian baru terdengar lagi adanya keturunan Raja Tungkat Rayat bernama Raja Tugang yang menjadi Raja di Kerajaan Hulu Aik. Ia diyakini adalah Raja Hulu Aik ke-43 (Pabio Tanah Tarak) keturunan Raja Ria Bansa. Hubungan kekerabatan Dayak Tobag dengan Kerajaan Hulu Aik atau keturunan Raja Tungkat Rayat semakin erat setelah Raja Hulu Aik ke-49 yaitu Raja Bibek, memasang Tiang bendera keramat Raja Tungkat Rayat di Desa Beginjan Kecamatan Tayan Hilir. Keberadaan Kerajaan Hulu Aik (Hulu Sungai Kriyo) kini meskipun Raja hanya sebagai simbol pemersatu adat Dayak, tetap eksis yaitu Raja Singa Bansa (Raja Hulu Aik Ke-51 terhitung mulai dari Raja Jampung yang pertama sejak pindah di Bakulapura). Beliau memangku sejak tahun 1997 sampai dengan sekarang.
