DAYAK TOBAG DIMASA PEMERINTAHAN ADIPATI

Setelah dipimpin Macan-Macan, kemudian Dayak Tobag dipimpin para Adipati, seperti sebagai berikut:

  1. PATIH  BATU  ANTIK; Setelah mendapat lamat (pesan gaib) dari Macan Tikas agar mencari penggantinya dari keturunan Raja Tungkat Rakyat. Belum satu bulan penuh kemudian ada kerabat dari labai pulang ke lancak membawa kabar kalau ada kerabat Raja Tungkat Rakyat hendak memperistri anak gadis bungsu Tikas bernama Dayang Sagi yang masih belia dan baru beranjak remaja yang mengikuti pamannya di laman Labai. Pemuda itu namanya Batu Antik. Kemudian Batu Antik menikah dengan Dayang Sagi di Lancak. Para tetua pun menjelaskan apa yang telah diamanatkan kepada mereka mengenai pemimpin Dayak Tobag selanjutnya. Karena sudah masuk “Bele’k”, Batu Antik pun diangkat menjadi pemimpin suku Dayak Tobag dengan jabatan Pateh (Adipati) berdasarkan hierarki Kerajaan, dan berada dibawah kekuasaan Kerajaan Bakulapura. Ini awal ikatan dengan Raja Tungkat Rakyat. Tanah Tobag dipimpin Pateh Batu Antik sekitar tahun 1350. Pateh kemudian memindahkan pemukiman induk ketempat baru tak jauh dari Lancak, Kadipaten itu dinamai Benua Raya. Beliau Kerabat tua Pateh Bangi utusan Raja Tungkat Rakyat menuju Senentang. Pateh Batu Antik menerima kerjasama dengan Kerajaan Majapahit. Ia dan pungawa kadipaten belajar kebudayaan hindu. Sementara waktu itu ada Kadipaten Labai  yang dikuasai Pateh Rakang kerabatnya dari Bakulapura. Pateh Rakang mempunyai istri asal keturunan tanah Cempedek bernama Ning Kuntong, dan mempunyai putri bernama Dayang Nagek (Dara Nante).
  2. PATIH BATU JAGA; Pajokng sebelumnya adalah Tumenggung dan menikahi Dayang Suluh putri tunggal Pateh Batu Antik.Ia diberi tugas khusus  menjadi penghubung dengan Kerajaan Majapahit. Ia memiliki putri bernama Dayang Galoh. Sehingga Pajokng lebih dikenal Ma’ Galoh. Ma’ Galoh membawa beberapa hadiah berupa madu, kemenyan dan damar untuk Raja Majapahit setiap tahun pesta kebesaran diistana Majapahit, pulangnya mereka dihadiahi beberapa tempayan garam dan pakaian. Ia juga yang setiap tahunnya membawa barang tembikar dari tanah Jawi. Pada waktu ini juga tak disia-siakan Ma’ Galoh untuk belajar pengetahuan dunia luar. Kala terdampar dan singgah di selat Malaka dan tanah Bawang, ia juga sempat belajar pantun dari para pujangga disana. Saat menuju ke tanah Jawi dihempas badai sampai mencapai pesisir tanah sunda. Kisah lain saat hendak ke Majapahit, masuk dalam konflik kadipaten Junpura (pesisir tanah jawi). Kisah perjalanan terakhir Ma’ Galoh ke Kerajaan Majapahit masa pemerintahan menantu Raja Agung Majapahit yang berseteru dengan ipar dari anak selir mertuanya. Ma’ Galoh tidak mau ikut campur masalah keluarga, tapi Raja memaksanya. Ma’ Galoh boleh tidak membela Majapahit dengan syarat bila mampu mengalahkan Senopati Utama mereka. Maka terjadilah adu jago. Dengan kecerdikannya Ma’ Galoh berhasil memenangkan laga itu, dan pulang. Pulang sesampainya di Kapuas dekat pulau menuju ke sungai di Benua Raya, di muara sungai itu kala anak buah Ma’ Galoh menyusun tempayan-tempayan garam, tanpa sengaja satu tempayan jatuh di muara sungai. Ma’ Galoh tidak memarahi anak buahnya, pikirnya ini mungkin suatu pertanda. Untuk mengingat peristiwa itu maka sungai itu diberi nama Tapayan (Cikal bakal nama sungai tayan). Waktu ini Pateh Batu Antik sudah tua, karena beliau hanya memiliki seorang putri, maka tahtanya dipercayakan kepada sang menantu. Sekitar tahun 1392 Tumenggung Pajok diangkat menjadi Adipati Benua Raya bergelar Pateh Batu Jaga.
  3. PATIH TIAK TUNGAL ;Pateh Batu Jaga sangat dekat dengan Prabu Jaya. Kedua penguasa itu bersepakat menjodohkan salah satu kerabat Raja Bakulapura bernama Raden Layang Saka (ponakan dari Dayang Putung) dengan sang Putri Galoh. Sekitar tahun 1439 sang menantu diangkat menjadi Adipati Benua Raya bergelar Pateh Tiak Tungal. Pada masa ini ada kisah Singapati Lonjok bersama anak buahnya saat menginap di pulau muara tapayan, setelah dari kota Raja Bakulapura. Dalam kisahnya, ia membunuh siluman buaya yang hendak menerkamnya dengan senjata tirok. Prabu Jaya meminta Pateh Tiak Tungal membangun perkampungan dimuara sungai tapayan. Pada tahun 1473 Pateh Tiak Tungal memerintah saudara kembar bernama Mulang Malek dan Malek Mulang membuat pemukiman pertama dimuara sungai Tapayan. Kampung bernama Kemilun yang nanti jadi pusat perdagangan.
  4. PATIH TIAK JAGA ;Pateh Tiak Tungal dan Ratu Galoh memiliki putra bernama Layang Kapuk dan Layang Kojok. Layang Kapuk anak tertua diangkat Ayahnya menjadi Adipati Benua Raya sekitar tahun 1487, bergelar Pateh Tiak Jaga. Pada masa pemerintahan Pateh Tiak Jaga ini sistem pemerintahan mulai berubah lagi. Ia membentuk “Ria” (penguasa kampung besar). Demikian juga Layang Kojok memiliki putra bernama Layang Ompok dan Layang Jati. Pe’ Lonjok menjadi pembimbing Layang Ompok dan Layang Jati. Pada masa ini laman Mao’ Tembilun di muara sungai Tapayan mulai ramai sejak Ria Tipoi menetap dan tinggal di perkampungan baru ini.
  5. RATU PUTEH ;Pada Tahun 1538 Kerajaan Bakulapura yang sudah berubah nama menjadi Kerajaan Tanjungpura yang saat itu diperintah seorang raja yang bernama Raja Tibarokh. Raja Tibarok memperkuat pengaruh Kerajaan Tanjungpura ke Tanah Tobag. Perkampungan disekitar sungai tempayan menjadi pemukiman induk yang baru yang menjadi pusat selain Benua Raya, yaitu Rayak Tembilun dimuara sungai Tapayan. Untuk menguatkan posisi nya di Tanah Tobag, Raja Tibarokh memperistri Dayang Laga putri Pateh Tiak Jaga. Setelah sang adipati wafat, memberi amanah pada Raja Tibarokh agar posisinya diganti sang putri. Sementara kuasa diambil alih Raja Tibarokh. Sekitar tahun 1540  Raja Tibarok memindahkan pusat pemerintahan ke Rayak/Rayang (Tayan). Dan nama Kadipaten diganti menjadi Kadipaten Tayan (Tapayan). Kadipaten Tayan wilayah lebih luas yang membawahi seluruh wilayah Benua Raya, Tayan hulu, Cempedek, Semalak, Tanah Embuan, Tanah Cupang Desa, Belungai dan Meliau. Sementara Kerajaan kecil Labai Lawai (Mendawak, labai, pemaring, kualan) masih dalam kekuasaan Kadipaten Sanggau. Pada tahun 1542 Raja Tibarokh mengukuhkan Dayang Laga menjadi Ratu Puteh sebagai Adipati Tayan. Ratu Puteh pun mengangkat Layang Ompok sepupunya menjadi Singapati atau Senopati utama Kerajaan Tayan. Setelah tahtanya dikembalikan ke pewaris syah yaitu Giri Kesuma sekitar tahun 1590, Tibarokh pun menjadi seorang petapa sebagai brahmana dan terkadang berada diTayan.
  6. PATIH MANGKU JAGA ; Sekitar tahun 1588, Kia Layang Jaga (Kia Jaga) naik tahta menjadi penguasa kadipaten Tayan dengan gelar Patih Mangku Jaga. Ia memerintah menggantikan ibunya Ratu Puteh. Pada waktu itu Raden Likar diutus ibundanya Ratu Mas Jintan,  mengalami kegagalan dalam membawa upeti dari Tayan menuju Tanjungpura,  karena dirampas oleh Tumenggung Junggah penguasa sebuah kadipaten Labai dan Singapati Urang adalah panglimanya asal dari Kualan dan punggawa lainnnya Ria Nantang dari Sekucing Labai. Adipati Tayan mengirim Singapati Layang Ompok namun gagal. Patih Mangku Jaga merasa bertanggung jawab atas upeti itu dan bernegosiasi dengan pihak Kadipaten Labai dan upeti yang dirampas pun dikembalikan. Sejak saat itu orang Labai bisa menerima keberadaan sebagai keluarga. Pada tahun 1622 Kerajaan Tanjungpura diserang Kerajaan Mataram. Patih Mangku Jaga mengutus Singapati Layang Ompok untuk membantu. Usaha penyelamatan Raden Likar muda berhasil, dan dalam peristiwa tersebut setelah melalu pertempuran sengit, akhirnya Layang Ompok tertangkap dan terbunuh ditangan Baurekso dan senopatinya.
  7. RADEN LIKAR ; Mendengar ibu dan saudaranya ditawan, Raden Likar pun meminta perlindungan Adipati Tayan. Pada Tahun 1625 Raden Likar dijodohkan dengan putri Kia Layang Jaga yaitu Dayang Periyok. Raden Likar masuk Bele’k (dalam keluarga) perempuan, dengan sepenuh hati masuk dalam keluarga besar Adipati Tayan. Pada tahun 1630 mereka dinikahkan menurut adat Dayak Tobag. Gawai adat pernikahan sangat meriah dan melibatkan seluruh pungawa kerajaan dan kerabat-kerabat mulai dari benua raya sampai di benua labai. Raden Likar menikah muda saat itu, istrinya lebih dewasa. Pernikahan tersebut disaksikan oleh Raja Sintang, karena hubungan Tayan dengan Sanggau waktu itu kurang baik. Setelah menikah putri cantik ini dipanggil kaum bangsawan Melayu dengan nama Cik Periyok. Pada tahun 1650, Adipati Tayan menyerah kepemimpinan kepada putrinya, karena Putrinya meminta, maka Adipati Tayan mengukuhkan suaminya Raden Likar menjadi Adipati untuk menggantikan kedudukannya. Setahun telah itu, Patih Mangku Jaga pun mangkat. Setelah memiliki kekuasaan Adipati, Patih Likar pun bergerilya memperkuat dukungan mulai dari Meliau sampai ke Labai. Setelah bertahun-tahun berjalan melihat situasi politik saat itu, maka pada tahun 1683 Adipati Likar memproklamirkan Kadipaten Tayan menjadi Kerajaan penuh dengan disaksikan kembali oleh Raja Sintang. Mulai saat itu Kerajaan Tayan tidak lagi menjadi bawahan Kerajaan Tanjungpura. Raja Likar menjadi Raja pertama Kerajaan Tayan dengan kekuasaan dari Tayan hilir, Tayan hulu, sampai sungai meliau-mayam.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tentang LMA-DT

Lembaga Masyarakat Adat Dayak Tobag (LMA-DT) dibentuk sebagai wadah perjuangan untuk melestarikan nilai-nilai adat dan budaya yang telah diwariskan oleh leluhur, serta memperjuangkan hak-hak masyarakat adat Dayak Tobag. Maksud utama dari keberadaan LMA-DT adalah untuk memperkuat kelembagaan adat, hukum adat, dan tradisi budaya sebagai identitas yang harus dijaga dan dihormati oleh seluruh masyarakat.

Visi

Dayak Tobag yang kuat dalam Kelembagaan Adat, kuat dalam Hukum Adat, kuat Adat Budayanya, Mandiri Masyarakat Adatnya, dan harmoni dengan alamnya.

Misi

 

  1. Memperkuat eksistensi Kelembagaan Adat.
  2. Memperkuat dan menjaga marwah hukum adat.
  3. Membangun sinergi dengan lembaga adat lain dan pihak LSM yang bergerak dalam adat budaya dan alam.
  4. Membangun hubungan yang harmonis yang saling menguatkan dengan dunia usaha.
  5. Menjaga, melestarikan, dan mempromosikan Adat Budaya.
  6. Mengali dan menjaga peninggalan budaya.
  7. Menjaga tanah air, dan menjaga keseimbangan alam dalam wilayah adat.

 

Kategori Blog

@2025 Lembaga Musyawarah Adat Dayak Tobag. All rights reserved.